Jumat, 02 September 2016

Teori Tindakan Komunikatif; Jurgen Habermas


A. Pendahuluan
Jurgen Habermas adalah pewaris dan pembaharu teori kritis, dan juga dikenal sebagai rasionalis besar terakhir seperti apa yang disampaikan oleh Thomas McCarthy dalam pengantarnya pada buku Teori Tindakan komunikatif jilid 1. Dialektik der aufklarung adalah salah satu buku yang ditulis oleh Horkheimer dan Adorno yang kemudian banyak mempengaruhi alur dan gaya pemikiran Habermas. Inilah yang kemudian menjadi titik tolak pemikiran Jurgen Habermas, teori kritis dirumuskan sebagai sebuah filsafat empiris sejarah dengan maksud praktis. “Empiris dan ilmiah, tetapi tidak dikembalikan kepada ilmu-ilmu empiris analitis; filsafat disini berarti refleksi kritis bukan dalam arti menetapkan prinsip-prinsip dasar; historis tanpa jatuh ke dalam historisistik; kemudian praktis, dalam arti terarah pada tindakan politis emansipatoris.”1
 Melalui dialog kritis dengan pemikir-pemikir klasik seperti Marx, Durkheim, Weber, dll, Habermas kemudian membahas mengenai masalah-masalah yang menjadi tujuan The Theory of Communication Action yang saling berkaitan yakni; Mengembangkan konsep rasionalitas yang tidak lagi terikat pada, dan dibatasi oleh, premis-premis subjektif filsafat modern dan teori sosial; Mengkonstruksi konsep masyarakat dua-level yang mengintegrasikan dunia kehidupan dan paradigm system; Menskemakan, teori kritis tentang modernitas yang menganalisis dan membahas patologi-patologinya dengan suatu cara yang lebih menyarankan adanya perubahan arah daripada pengabaian proyek pencerahan. Habermas berkeyakinan bahwa sebuah teori masyarakat yang layak mestinya mengintegrasikan metode dan problematika yang sebelumnya hanya terdapat dalam filsafat atau ilmu sosial empiris.
Tujuan rekonstruksi historis dengan maksud sistematis ini adalah menggali dan mengumpulkan kontribusi positif para pemikir klasik, mengkritisi dan memperbaiki kelemahan-kelemahan mereka,;menggunakan pemikiran mereka untuk melampaui mereka.2 Bagi penulis sendiri adalah hal yang sangat luar biasa dan berani apa yang dilakukan oleh Habermas, keinginan merubah sekaligus menciptakan teori baru dengan masuk kedalam alur pemikiran sipencipta teori kemudian merubah arah pemikiran asalinya tersebut menjadi lebih variatif.
1Thomas McCarthy, Communication and The Evolution of Society, London: Heinemann, 1979.
 2Jurgen Habermas, The Theory of Communicative Action, Suhrkamp Verlag, 1981. Page 1
B. Teori Tindakan Komunikatif
Masyarakat yang komunikatif adalah tujuan universal masyarakat. Dalam The Theory of Communicative Action, Habermas mengembangkan teorinya mengenai perkembangan masyarakat. Ia menjelaskan bahwa masyarakat pada hakikatnya komunikatif, dan yang menentukan perubahan sosial bukanlah semata-mata perkembangan kekuatan produksi atau tekhnologi, melainkan proses belajar dalam dimensi praktis-etis. Untuk mencapai hal tersebut masyarakat terlebih dahulu sampai pada tahap konsensus. Sedangkan untuk sampai pada tahap consensus tersebut, masyarakat harus melakukan proses komunikasi yang memuaskan. Dalam proses komunikasi yang dilakukan, para partisipan membuat lawan bicaranya paham akan maksudnya dengan berusaha mencapai klaim-klaim kesahihan yang dipandang rasional dan akan diterima tanpa adanya paksaan sebagai hasil konsensus dari proses komunikasi tersebut. Klaim kesahihan yang dimaksud oleh Habermas adalah; pertama, klaim kebenaran; kedua, klaim kesahihan; ketiga klaim kejujuran; keempat, klaim komprehensibilitas.3 Seorang partisan, mengenai apa yang disampaikan dalam proses komunikasi harus memiliki kebenaran yang dapat diverifikasi, kemudian diungkapkan secara jujur sehingga mudah dipahami oleh lawan bicaranya.
Dengan mencerna pembahasan diatas sepertinya tidak adil apabila dalam proses komunikasi tersebut hanya berjalan satu arah. Untuk menghindari hal tersebut dalam mencapai konsensus yang bebas dari dominasi harus ada pemahaman timbal balik dalam melakukan proses komunikasi. Inilah yang dimaksud Habermas sebagai dialog rasional, dimana dalam dialog rasional tidak ada yang dirugikan. Oleh karena itu  Habermas mencita-citakan suatu model diskursus etik dalam dialog, melalui integritas kepribadian yang bisa membangun empati dan solidaritas.
Dalam konteks ke Indonesiaan, seperti kita ketahui bersama bahwa tahun ini (2014) adalah tahun politik, dimana masyarakat Indonesia akan memilih calon presiden yang akan memimpin Negara Indonesia dalam lima tahun kedepan. Pada kasus ini, penulis mencoba mengkaitkan teori tindakan komunikatif Habermas. Untuk sampai pada tahap konsensus atau dalam kasus ini seorang calon presiden dan wakil presiden pada akhirnya terpilih, seorang calon presiden dan wakil presiden harus mengkomunikasikan apa yang menjadi visi dan misinya selama lima tahun menjabat sebagai pemimpin
3 lihat Yuni Mogot Prahoro, Aplikasi Teori Tindakan Komunikasi Habermas,
 (Acta diurnA │Vol 6 No 2 │2010, hal 90)Page 2
Negara dengan seluruh masyarakat Indonesia dengan cara komunikatif. Tindakan komunikatif capres dan cawapres ini dilakukan agar masyarakat yang akan memilih paham dan mengerti visi dan misi yang diusung setiap pasangan tersebut. Begitupun sebaliknya, pemilih juga mengkomunikasikan apa yang menjadi kebutuhannya yang bisa diakomodasi oleh setiap calon pasangan capres dan cawapres. Sampai disini jelas bahwa dalam tindakan komunikatif, harus ada ruang dimana ruang tersebut bisa dimaknai dengan ruang public (Public Sphere)4 yang di dalamnya mengakomodir segala kepentingan yang ada serta terjadi proses dialog yang rasional. Tentunya apa yang disampaikan oleh Habermas mengenai Tindakan Komunikatif tidak semudah/sesederhana contoh kasus yang diangkat diatas.
            Namun, Sederhananya bahwa dalam proses komunikasi yang terjalin antara pemilih (masyarakat Indonesia) dan yang dipilih (capres dan cawapres) itu terdapat kesepahaman satusama lain. Karena apabila dalam dua kelompok tidak mencapai konsensus maka tindakan komunikatif yang dilakukan oleh partisipan tidak berhasil dan tidak dapat disebut sebagai tindakan yang komunikatif. Seorang pemimpin dalam suatu Negara memang dibutuhkan, dan untuk bisa menghadirkan pemimpin di tengah-tengah masyarakat multicultural seperti Indonesia, seorang calon pemimpin harus memiliki kemampuan yang komunikatif dengan masyarakat. Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan S. Kanngiesser, ”Keniscayaan tindakan yang terkoordinasi melahirkan kebutuhan komunikasi di dalam masyarakat, yang harus dipenuhi jika ada kemungkinan untuk mengoordinasikan tindakan secara efektif dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan.”5 Memang tidak mudah untuk memahami apa yang dipikirkan Habermas, butuh katelitian dan kedalaman ilmu tersendiri dibidangnya untuk bisa memahami apa yang disampaikannya.
Subjektivitas yang dicirikan Habermas dengan rasio komunikatif mempertahankan denaturasi diri demi pertahanan diri. Tidak seperti rasio instrumental, rasio komunkatif tidak dapat dimasukkan secara serampangan ke dalam pertahanan diri. Rasio komunikatif tidak merujuk pada subjek yang menjaga dirinya dalam berhubungan dengan objek melalui representasi tindakan, ataupun pada system penjagaan diri yang memisahkannya dari lingkungan, melainkan pada suatu tatanan dunia yang terstruktur yang terbentuk di dalam kegiatan menafsir para anggotanya dan hanya bisa direproduksi melalui komunikasi.
4 Jurgen Habermas, Ruang Publik, (Yogyakarta 2007) 
5 lihat Jurgen Habermas, Teori Tindakan Komunikatif; Rasio dan Rasionalisasi Masyarakat,
(2009), Hlm.336Page 3

Dengan demikian rasio komunikatif tidak sekedar melawan subjek dan system yang telah dibuat sebelumnya; namun, dia ambil bagian dalam proses strukturasi hal-hal yang harus
dipertahankan. Perspektif utopis rekonsiliasi dan kebebasan sebenarnya berpegang pada syarat-syarat sosiasi komunikatif individu; perspektif ini terbangun di dalam mekanisme linguistik reproduksi spesies.
2. Kritik Atas Rasio Fungsionalis
            Pada buku yang kedua teori tindakan komunikatif Habermas, lebih banyak mengkritisi para sosiolog pendahulunya, diantaranya Mead dan Durkheim mengenai pergeseran paradigma dari tindakan bertujuan menuju tindakan komunikatif, mengenai structural fungsional Talcot Parsons dan teori system oleh Niklas Luhman. Memang dalam pengantar buku satu, Habermas menyatakan bahwa apa yang ditulisnya adalah merupakan proses analitis kritiknya terhadap tugas-tugas yang tengah dihadapi oleh teori kritis.
            Tanggapan Habermas mengenai teori tindakan Parsons bahwa, masalah konstruksi teori yang sesungguhnya adalah tentang bagaimana mengombinasikan konsep-konsep dasar teori system dan teori tindakan. Menurutnya, dari kedua aspek tersebut, karena di situ masyarakat dipahami sebagai kompleks tindakan kelompok-kelompok yang terintegrasi secara sosial dan memiliki system yang stabil. Selanjutnya Habermas melakukan sebuah refleksi terhadap pemikiran Parsons bahwa dari dalam paradigma dunia kehidupan, menawarkan perubahan metode dan perspektif konseptual, yaitu konsepsi objektivasi dunia kehidupan sebagai system. Menurutnya, selama kita mempertimbangkan reproduksi material dunia kehidupan, ini bukan soal struktur simbolis dunia kehidupan itu sendiri, namun hanya soal proses pertukaran dengan alam sekitarnya yang kepadanya pemeliharaan substrata material tergantung.
            Terkait dengan hal diatas, menurut Habermas, “masuk akal kalau kita mengobjektifkan dunia kehidupan sebagai system pemeliharaan batas, karena kesalingtergantungan fungsionalnya dijalankan sehingga tidak dapat dicapai secara baik melalui pengetahuan intuitif konteks dunia kehidupan para anggotanya. Imperative untuk bertahan hidup memerlukan integrasi fungsional dunia kehidupan, yang menjangkau struktur simbolis dunia kehidupan sehingga tidak dapat dipahami tanpa tindakan lebih jauh dari perspektif partisipan.
Page 4
 Namun mereka memerlukan analisis kontraintuitif dari sudut pandang peneliti yang mengobjektivasi dunia kehidupan.” Parsons mengatasi kesulitan yang muncul dari pandangan dualistinya tentang system tindakan yang terstruktur secara cultural dengan cara sekonyong-konyong menumpangkan keutamaan konsep-konsep dasar pada teori system. Demikian kritik Habermas terhadap teori tindakan Talcot Parsons.
            Apa yang ada dalam tulisan ini tentunya masih sangat sedikit dan jauh dari sempurna untuk meresume ataupun mereview dan merepresentasikan mengenai apa yang dibahas Jurgen Habermas mengenai Teori Tindakan Komunikatif yang di tulis dalam dua buku tersebut.  






















                                                                                                                                                                                                                                                                                                    Page 5

1 komentar:

  1. Borgata Hotel Casino & Spa & Spa
    Borgata 시흥 출장안마 Hotel Casino 구미 출장안마 & Spa. In the heart of the 김제 출장안마 world, the Atlantic is home 경상남도 출장마사지 to a world-class casino, luxury spa, a world-class nightlife salon, fabulous 동해 출장마사지 dining,

    BalasHapus